Sebagai pondok pesantren yang memproklamirkan
sebagai pesantren entrepreneur yang berusaha mencetak para
entrepreneur-entrenreneur
muslim dan berusaha
mengentaskan generasi muda dari sikap miskin skill, kaya gengsi lagi
konsumtif, dengan senantiasa menanamkan sikap produktif pada anak
didiknya, menanamkan bahwa produktif itu kebutuhan “Dadio siro wong kang loman nok..!,” Itulah
kata kata yang sering sang pengasuh ingatkan pada santri-santrinya. Yang
intinya jadilah seoraang muslim yang kaya, dan tidak lupa dengan kewajiban zakat
dan infaqnya. Tentu semakin banyak harta yang dimilikinya semakin banyak pula
zakat, infaq dan shodaqoh yang ia keluarkan. Karena kekayaannya semata-mata
hanya untuk mempermudahkannya dalam berdakwah.
Dengan
gambaran tersebut tentu sudah bisa terlihat bahwasannya kami sangat berharap
dengan adanya program-program usaha di Al Mumtaz dapat melatih jiwa
entrepreneur mereka, karena disitulah mereka mengelola, menganalisis, dan
mengevaluasi setiap kegiatan entrepreneur yang mereka kelola sendiri dengan
laporan evaluasi yang rutin kepada pengurus kemudian dievaluasi lagi bersama
agar mereka dapat belajar memperbaiki dari kesalahan-kesalahan yang ada.
Namun,
sebelum menginjak ke jenjang entrepreneur kami programkan bagi mereka yaitu
MKDU (mata kuliah dasar umum) disitulah mereka benar-benar digembleng
dengan kegiatan-kegiatan yang mungkin belum pernah mereka lakukan sebelumnya,
dan mungkin pula membuat mereka malu bahkan gengsi untuk mengerjakannya. Tetapi
kami berusaha menyadarkan pada mereka, bahwa dari sinilah kalian belajar!
Belajar bahwa pahit itu perlu, pahit itu obat! Karena kebanyakkan penyakit gengsilah
yang meracuni mereka, mereka harus mau memegang yang namanya cangkul, mendorong
gerobak sampah, tanpa membedakan santri standar maupun asuh, dengan hal sepele seperti inilah mereka bisa
mengambil pelajaran, toh jikalau mereka sudah tak gengsi lagi
memegang cangkul tentu yang lain juga pasti demikian.
Setelah
kurang lebih satu semester, akan terlihat dari mereka mana lah yang dari awal
bersungguh sungguh dan mana yang tidak. Karena disini mereka benar benar di
bimbing, diawasi, dan dimonitoring melalui wadah yang kami sebut itu
kependampingan. Yang mana di dalam kependampingan tersebut terdapat satu santri
senior dalam masa pengabdian yang
bertugas mendampingi mereka dengan standar operasional prosedur (SOP) yang
sudah dibekalkan dari awal pendamingan. Kependampingan tersebut meliputi kitab,
mengajar, membimbing kutbah dan kultum, kegiatan sehari hari, serta ibadah sekaligus sebagai wali di dalam pesantren. Dari
situ pula tentunya itu juga menjadi wadah bagi pendamping untuk belajar leadership
yang sesungguhnya, setelah mereka belajar entrepreneur selama tiga tahun. Begitu
pula selanjutnya, mereka yang dulu menjadi anak-anak dampingan pada saatnya
akan merasakan bagaimana menjadi pendamping, menjadi pemimpin kelompoknya,
menjadi orang yang paling bertanggung jawab dalam kelompok yang Ia dampingi. (Evn)